Tampilkan postingan dengan label 'ilmi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label 'ilmi. Tampilkan semua postingan

15 Oktober 2019

Hargailah Waktu yang Tersisa



Seorang teman membuat status di media sosialnya "sejak aku kehilangan adik kesayanganku, sejak itu aku sangat menghargai setiap pertemuan". Hari ini seorang artis terkenal Korea Sulli bunuh diri karena depresi berat dan tidak ada teman yang benar-benar mau mendengarkan ceritanya. Kemudian, ribuan ucapan kehilangan dan cinta untuknya tiba-tiba membanjiri seluruh medsos di jagad raya. Lucu, ketika masih hidup dan mengalami depresi, di mana mereka-mereka yang katanya selalu ada untuknya dan tidak ingin kehilangan dirinya.

Papaku pernah berkata, hidup hanya sekali, sayangilah keluargamu apapun yang terjadi karena rasa kehilangan itu sungguh tidak enak dirasa, sebagaimana beliau telah merasakan kehilangan orang tua dan ketiga adiknya secara berturut-turut. Well, tampaknya pergeseran jaman telah merubah banyak hal termasuk cara pandang sebagian orang terhadap betapa berharganya melewati hari-hari dengan orang yang kita sayangi dan menyayangi kita.

Betapa banyak hal-hal yang terjadi dalam hidup ini mungkin hanya kita alami sekali saja, misalnya menemukan sosok yang benar-benar bisa kita cintai sepenuh hati dan merasa sangat dicintai. Kalo dipikir, berapa lama sih kita akan hidup di dunia ini? waktu berjalan sangat cepat dan masa tetiba dengan cepat berganti, tanyakan kepada diri kita masing-masing, berapa lama kita hidup, mungkin 20 tahun, mungkin 30 tahun atau mungkin tidak akan pernah sampai selama itu. Bila kita memikirkan ini, bukankah semuanya jadi terasa singkat, terasa pendek, lalu kenapa kita masih bisa berfikir untuk menyia-nyiakan perjalanan hidup dengan orang-orang yang kita cintai, kehilangan mereka begitu saja karena kebodohan yang kita lakukan tanpa rasa bersalah.

kebanyakan manusia mengalami penyesalan yang berkepanjangan setelah merasa kehilangan, setelah sadar bahwa semua tidak bisa diulang kembali, waktu tidak bisa diputar ke masa lalu untuk memperbaiki segalanya. Karena itulah, selama kita masih hidup, masih bersama dengan orang yang kita sayang dan cintai, selama itulah jangan pernah berfikir untuk menyia-nyiakan keberadaannya, untuk berfikir bahwa tidak mengapa bila kita kehilangan dirinya, jangan teman, jangan pernah berfikir seperti itu. Percayalah hidup ini sangatlah singkat, waktu yang tersisa tidak akan pernah cukup untuk merasakan kebahagiaan selalu bersama dan selalu saling ada.

"kita tidak akan pernah tau betapa berharganya seseorang hingga kita merasakan kehilangan dirinya"

maka, hargailah setiap pertemuan yang ada

Read more...

14 Agustus 2019

Kepercayaan


Tadi malam sebelum tidur, aku tetiba teringat nasehat seorang teman beberapa tahun silam, ketika temanku ini pulang dari menimba ilmu di Madinah, ia berkata bahwa sejatinya didunia ini tidak ada manusia yang benar-benar bisa kita percaya, karena hakekatnya kepercayaan itu adalah tertuju pada Allah Azza Wa Jalla. Jikapun kita bisa mempercayai orang lain dengan benar, maka itu adalah wujud dari kepercayaan kita kepada dia karena Allah.

Ia dulu pernah mengatakan bahwa orang-orang yang bisa dipercaya akan berkumpul dengan orang-orang yang bisa menjaga kepercayaan, ruh kita akan mengetahui dan mengenali siapa yang bisa kita percaya dan kita beri kepercayaan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ

“Ruh-ruh itu (seperti) pasukan yang mengelompok, maka ruh-ruh yang saling kenal akan menjadi akrab, adapun ruh-ruh yang tidak saling kenal akan menjadi saling tidak cocok.”

Berkata Al-Khaththabi rahimahullah,

يحتمل أن يكون إشارة إلى معنى التشاكل في الخير والشر والصلاح والفساد، وأن الخيِّر من الناس يحن إلى شكله والشرير نظير ذلك يميل إلى نظيره فتعارف الأرواح يقع بحسب الطباع التي جبلت عليها من خير وشر، فإذا اتفقت تعارفت، وإذا اختلفت تناكرت.

“Kemungkinan maknanya adalah hal ini merupakan isyarat kepada kesesuaian tipe, baik dalam kebaikan maupun dalam keburukan, baik dalam kebaikan maupun kerusakan. Bahwa orang yang baik itu rindu kepada orang yang setipe dengannya. Demikian pula orang yang buruk hatinya suka kepada orang yang semisalnya (pula). Jadi, saling kenalnya antar ruh itu terjadi sesuai dengan tabiat yang ada pada mereka, baik (ruh) yang baik maupun (ruh) yang buruk.  Maka jika ruh-ruh tersebut setipe, menjadi saling kenal (akrab)lah mereka. Namun, jika mereka tidak setipe, maka mereka tidak saling cocok (tidak akrab).”

Kepercayaan itu tidak berwujud, ia gaib seperti layaknya ruh, ia merupakan sebuah sifat yang menempel pada ruh, oleh karena itulah kenapa ruh-ruh ini akan saling mengenali dan menjadi akrab tanpa rekayasa.

Khadijah ra sebagai salah satu wanita terbaik di muka bumi pun pada saat bertemu Rasulullah saw tidak langsung serta merta meletakkan kepercayaan kepada Rasulullah, pembuktian lah yang akhirnya menyebabkan beliau percaya bahwa Rasulullah adalah orang yang layak dipercaya meski Rasulullah adalah seorang miskin dan buta huruf.

Tapi, beginilah hidup, kita berjalan di bumi Allah dengan segala hal yang telah kita temui termasuk salah mengenal ruh, sehingga cara kita mengenali ruh yang satu kelompok dengan kita akhirnya menjadi kabur dan ragu-ragu. kita harus jujur pada diri kita sendiri berapa kali kita telah terjebak pada kelompok ruh yang salah, yang di mana kita anggap sama dengan kita nyatanya berkebalikan.

Mungkin sebenarnya dulu kita terlalu terburu-buru memutuskan bahwa kita telah berada pada kelompok ruh yang sama, sehingga bolak balik kita menjalani hidup seolah-olah tidak pernah menemukan kelompok yang sebenarnya. mungkin juga, sebenarnya kita hanya perlu memberikan sedikit waktu kepada diri kita dan orang yang mulai ingin kita percayai untuk membuktikan bahwa kita layak untuk dipercaya dan dia layak dipercaya hingga nanti akhirnya waktulah yang membuktikan segalanya. atau mungkin kita lupa bahwa ketika kita ingin mempercaya seseorang, maka percayailah ia hanya karena Allah semata.

Salah satu nasehat yang masih kuingat adalah bahwa ketika mulai membuka hati untuk mempercayai seseorang yang dekat dengan kita, maka kita harus yakin terlebih dahulu bahwa Allah tidak akan pernah salah mengirimkan seseorang untuk kita percayai terutama bila kita telah mempercayainya hanya karena Allah semata. kita hanya cukup yakin dengan janji Allah, setidaknya dalam satu kali hidup ini kita akan menemukan ruh yang sama dengan kita.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
“Ruh-ruh itu (seperti) pasukan yang mengelompok, maka ruh-ruh yang saling kenal akan menjadi akrab, adapun ruh-ruh yang tidak saling kenal akan menjadi saling tidak cocok.”


Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/26888-kemana-masa-mudaku-melangkah-6.html
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
“Ruh-ruh itu (seperti) pasukan yang mengelompok, maka ruh-ruh yang saling kenal akan menjadi akrab, adapun ruh-ruh yang tidak saling kenal akan menjadi saling tidak cocok.”


Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/26888-kemana-masa-mudaku-melangkah-6.html

Read more...

02 Agustus 2019

Hal yang Terlupakan




Mungkin, kita ini sudah terlampau jauh lupa untuk apa kita diciptakan di dunia ini sebenarnya. layaklah kita mengingat bahwa kita diciptakan sesungguhnya hanya untuk beribadah kepada Allah.


Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” 
(QS. Adz Dzariyat: 56)


Tapi sayangnya kata beribadah hanya diartikan sebagai ritual agama yang hubungannya dengan amalan akhirat, seharusnya kita benar-benar mengerti bahwa segala sesuata yang diniatkan hanya karena Allah itu termasuk ibadah. Well, bahkan bekerja seharian atau sekedar membaca buku seharian bila itu semua diniatkan karena Allah maka sejatinya kita itu telah beribadah. Jangan lupa teman, sholat mu, puasamu itu bila tidak kau niatkan Karena Allah, maka sejatinya itu tidak menjadi ibadah pada akhirnya.

Dengan semua kelupaan ini maka manusia semakin lupa bahwa sebenarnya kita tidaklah butuh pengakuan siapapun kecuali pengakuan dari Allah. Betapa banyak manusia membuang apa yang telah diberikan Allah padanya hanya untuk memenuhi kepuasan akan kebutuhan pengakuan manusia. betapa banyak keadaan menyedihkan yang kita lihat di sekitar kita yang dilakukan oleh manusia hanya untuk diakui oleh manusia lainnya. lelaki menjadi wanita, wanita menjadi lelaki, wanita menjaja harga diri, lelaki bekerja tanpa memandang halal dan haram, ini tiada lain bersumber dari keinginan diri hanya untuk dilihat manusia lainnya bahwa dirinya itu mempunyai sesuatu untuk diakui dan dibanggakan.

Padahal, hati kita tau lelahnya melakukan itu, nestapanya terus menerus mengharapkan hal seperti itu. lalu, kenapa kita tidak mulai untuk masa bodo dengan semua keinginan dan pengharapan akan pengakuan orang lain, kenapa kita tidak mulai membahagiakan diri kita sendiri dengan menjadi hamba Allah yang apa adanya di hadapan Allah, tidak peduli bagaimana manusia lainnya menilai, tidak peduli dengan apa yang orang akan katakan, namun kita hanya peduli bagaimana Allah memandang kita. Hanya dengan cara inilah sesungguhnya kita bisa berdamai dengan diri kita sendiri, dengan kekurangan-kekurangan kita dan pada akhirnya bisa berdamai dengan kekurangan orang lain.

Dan beginilah kehidupan, karena kehidupan itu hakekatnya adalah perjumpaan dengan orang-orang yang bisa jadi akan membuat sistem pertahanan rasa syukur kita runtuh dengan standar-standar yang mereka ciptakan, namun bisa jadi kita dipertemukan oleh orang-orang yang tidak terlalu perduli dengan ukuran standar dunia ini.

Apapun ukuran standar kebahagiaan yang telah ditetapkan manusia, biarlah itu menjadi standar fana yang tak harus diikuti karena ukuran standar kita dalam hidup ini adalah melakukan apapun hanya karena Allah semata.

Katakanlah sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Robb semesta alam.” 
(QS. Al-An'am: 162)

Read more...

14 Agustus 2012

Lelaki Andalus dan Seekor Gajah



“Jangan Berhenti, Titik”

Nama Lelaki itu mudah dikenal, Yahya bin Yahya. Nun jauh dari Andalusia ia berasal. Ia pergi menuntut ilmu ke Madinah. Berguru pada Imam Malik. Andalusia-Madinah adalah jarak yang teramat jauh. Terlebih dengan sarana transportasi  apa adanya di masa itu. Tetapi Yahya bin Yahya adalah salah satu contoh terbaik tentang kehendak seorang muslim yang tidak pernah berhenti menjadi berarti.

Hari-hari menimba ilmu pun ia lalui di Madinah yang tenang. Di hadapan sang guru Imam Malik. Hingga suatu hari, saat tengah berada di majelis bersama murid-murid yang lain, tiba-tiba  ada rombongan orang-orang entah dari mana. Mereka datang sambil membawa gajah. Murid-murid Imam Malik berhamburan keluar ingin melihat gajah. Di Jazirah Arab, makhluk besar berbelalai itu saat itu memang tergolong asing. Maka orang-orang pun keluar ingin melihat lebih dekat begitupun dengan murid-murid Imam Malik.

Semua beranjak, kecuali Yahya bin Yahya. Hingga semua keluar Yahya tetap duduk di majelis itu. Melihat itu Imam Malik mendekat.”mengapa engkau tidak keluar juga untuk melihat gajah?” tanya imam malik. Yahya menjawab,”aku jauh-jauh datang dari Andalusia untuk menuntut ilmu, bukan untuk melihat gajah”. Imam Malik sangat kagum dengan keteguhan Yahya. Setelah itupun Imam Malik pun menggelarinya dengan ‘aqilu andalus’ (lelaki berakal dari Andalusia).

Betapa sering perjalanan hidup kita berhenti. Bahkan oleh hal-hal yang tidak terlalu serius. Betapa banyak orang berhenti mengejar cita-cita, kehendak mulia, mimpi-mimpi fantastis dalam capaian prestasi hanya lantaran keteledoran, hanya karena ulah menyimpang yang mulanya hanya iseng-iseng belaka, atau mental ‘nanti dulu’, atau sikap ‘sebentar dulu’. Akhirnya lama kelamaan jiwanya mulai layu, semangatnya mulai redup. Gairah berkaryanya semakin kering. Akhirnya iapun terhenti dari segala harapan yang telah menanti di ujung kerja kerasnya.

Gelar ‘aqilu andalus’ (lelaki berakal dari Andalusia) menegaskan soal lain, bahwa kehendak kuat untuk tidak berhenti, atau terhenti, membutuhkan kalkulasi keyakinan yang kuat. Ini tidak sekedar ukuran rasional untung atau rugi. Ini juga benar-benar bukan soal selera suka atau tidak suka melihat gajah. Tapi ini sungguh-sungguh benar soal pemahaman, kemengertian, kesadaran dan juga kedalaman penghayatan tentang keputusan apa yang harus diambil seorang muslim di saat-saat ia tergoda.

Begitulah seorang muslim semestinya. Menata jalan cita-citanya. Semua orang punya harapan-harapannya, tinggi atau rendahnya, jauh atau dekat, serius atau main-main. Tetapi menjadi seorang muslim yang tak mengenal kata henti dalam berjalan, berusaha, berkarya adalah pilihan keimanan untuk tujuan nun jauh di akhirat sana. Sebab di atas arah jalan itu hidup seorang muslim menjadi punya arti.

Cita-cita luhur, kehendak kuat, mimpi-mimpi untuk menjadi seorang muslim yang punya arti, tidak boleh terhenti oleh apapun. Apalgi hanya sekedar karena seekor gajah. Hiburan dan rehat ada tempatnya sendiri yang proporsional.

Kita harus terus mengejar. Jangan berhenti. Jadilah seperti lelaki berakal dari Andalusia itu.

(disadur dari buku Lelaki Pendek Hitam & Lebih Jelek dari Untanya (Bab 13). Penulis Ahmad Zaifori AM)

Read more...

25 Juli 2011

Ketika


Teman, aku belum pernah merasa terhempas seperti tak ada arti sebelum aku duduk di majelis bersama orang-orang yang soleh dan berilmu seperti siang kemaren. Selama 5 bulan aku mencari pengajian orang-orang yang berusaha menjadikan diri mereka salaf, akhirnya aku menemukan sebuah masjid di mana mereka bisa berkumpul untuk tholabul ‘ilmi.

Siang yang panas namun sejuk karena angin yang cukup berhembus, aku niatkan berangkat mencari majelis yang telah lama kucari ini. Akhirnya kutemukan sebuah masjid kecil, di dekat pantai di kelilingi rumah-rumah penduduk nan sederhana dan pohon nyiur yang berbaris tinggi menjulang, sejuk sekali rasanya berada di sana. Sebuah tempat yang pertama kali kusinggahi mesipun telah puluhan tahun aku berlalu lalang di kotaku sendiri.

Rupanya aku tepat waktu, Ustadz Miftah baru saja membuka pengajian ketika aku tiba di masid itu. Aku sengaja duduk di belakang di dekat pintu karena baru pertama kali datang aku merasa malu dan segan dengan akhwat-akhwat di sana. Aku memandangi semua akhwat yang hadir di sana, tiba-tiba suasana haru merasuki hatiku, Rabbi...aku rindu sekali suasana majelis seperti ini, suasana dulu yang aku dapatkan ketika masih di Jogja. Rupanya kehadiranku menarik perhatian mereka, karena pengajian sudah di mulai, mereka hanya  melihatku dan tersenyum ke arahku sambil berbisik kecil “Assalamu’alaykum”. Aku tersenyum rasanya hatiku bahagia dan tenang sekali.

Ketika pengajian sudah selesai, semua akhwat itu tiba-tiba mendatangiku, menyapaku dan menyalamiku dengan ramah, Subhanallah Allahuakbar, aku tiba-tiba tertegun, rasa-rasanya sudah lama aku tidak merasakan suasana persaudaraan seperti ini. Lama...sekali..entah kapan terakhir, aku lupa.

Ketika sedang membicarakan tentang sebuah buku, aku tertarik dan ingin membeli buku yang serupa. Namun ada yang membuat hatiku tertegun ketika akhwat ini menyebutkan nama seorang ikhwan yang biasa menyuplai penjualan buku, aku rasanya mengenal ikhwan ini, aku pastikan lagi bahwa ikhwan yang aku maksudkan ini sama. Rupanya benar..Allahu Akbar..teman.....tau kah engkau, bahwa ikhwan ini adalah anak orang berada di kotaku,dia juga lulusan universitas yang cukup ternama, secara fisik dia cukup tampan. Maksudku adalah teman, aku sangat tertegun karena ketika dia mengenal ilmu, dia tidak begitu tertarik dengan hingar bingar kemewahan dunia, dia bahkan rela hanya membuka toko kecil yang menjual kurma, buku, obat-obat herbal. Kalau dia mau dengan keadaan orang tuanya, keadaan fisiknya dan latar belakang pendidikannya, dia bisa bekerja di sebuah tempat yang bergengsi namun dia cukup khwatir itu semua akan melupakannya pada Allah dan membuatnya sibuk sehingga waktu untuk menimba ilmu akan berkurang.

Subhanallaah..aku seperti terhempas ke sebuah tempat yang kosong, menjadi tak ada arti di hadapan Allah, bagaimana mungkin di kotaku yang terkenal dengan kehidupan yang konsumtif dan gengsi masih ada lelaki seperti ini, masih ada rupanya...sungguh..sungguh...apa yang telah kudapat, apa yang telah kumiliki tak ada arti dibanding keadaannya yang penuh cinta kepada Allah.

Aku memandangi hijab tinggi yang ada dihadapanku, satu persatu akhwat yang ikut pengajian itu pulang dan aku masih tertegun, terdiam, masih antara percaya dan tidak percaya dengan cerita ikhwan ini.

Ya Allah...selama ini aku sering membatin sendiri betapa beruntung teman-temanku yang mendapat suami yang berpendidikan tinggi dan berkecukupan, namun hari ini Engkau telah menyadarkanku, menyentakkan hatiku hingga bibirku tak mampu berkata, sungguh Ya Allah...wanita yang Engkau takdirkan menjadi istri lelaki inilah adalah wanita yang sangat beruntung di dunia dan akhirat. Beruntungnya wanita yang memiliki suami seperti dia, meski hidup sederhana dan mungkin dikucilkan masyarakat karena pilihan hidupnya, namun apalah arti semua itu Ya Allah di bandingkan dengan besarnya kecintaannya kepadaMu, ketulusannya dalam beribadah kepadaMu dan kekuatan keteguhan hatiNya untuk selalu berada di atas ilmu, di atas jalanMu yang Lurus yang Engkau ridhoi.

Aku tersentak dari lamunanku ketika tiba-tiba ada seorang umahat yang menegurku “pulang yuk ukht” aku memandangi mata umahat itu dengan lekat, kenapa matanya teduh sekali, dia tersenyum dan berkata “Semoga Allah memberikan yang terbaik untukmu”. eh? Aku tiba-tiba kaget seolah dia bisa membaca pikiranku.

Dalam perjalanan pulang aku tersenyum..ah..sekali lagi..terima kasih Ya Rabb..Engkau telah menolong agar imanku hidup kembali, giroh untuk beribadah dan tholabul ‘ilmi membara kembali di dalam jiwa.

Sungguh Ya Allah Ya Tuhanku..Engkau Maha Menggerakkan semuanya.

Read more...

31 Desember 2009

ilmu

Maha suci Allah dengan segala ilmu yang Allah miliki.
sungguh ilmu yang kita dapat di dunia ini bagai sisa air di ujung jemari setelah dicelupkan di dalam samudera nan luas. sungguh sedikit sekali teman..sangat sedikit dari ilmu yang Allah miliki. ilmu tanpa amal cacat bagai amal tanpa ilmu juga sama cacatnya.

hummm ilmu.... subhanallah..ilmu memang penawar hati yang hampir mati, akhlak yang terpuruk dan iman yang hampir kering. ya ilmu yang diimplementasikan menjadi amal solih.

hari ini aku pergi pagi-pagi semangat pergi ke masjid  mardiyah sebelum ke kantor untuk menimba ilmu, tentunya ilmu agama. tak sia-sia aku diberi kemudahan oleh Allah pagi ini ^^

hari ini aku mendapat ilmu yang begitu dapat menawar hatiku..alhamdulillaah 'ala kulli hal..Allahumma Rabbi..ilmu tentang kelembutan hati, hati yang lembut dalam berdakwah, hati yang lembut dalam memaafkan kesalahan orang lain, hati yang lembut dalam menyampaikan kebenaran dan hati yang lembut dalam menerima kebenaran. dan teman, ilmu itu sendiri dapat melembutkan hati yang keras insyaallah :)

Rabbi...berikanlah aku hati yang lembut...sebagaimana Engkau telah memberi kelembutan hati pada kekasihmu Muhammad SAW.

bila hati kita lembut, maka hati kita tidak akan gampang marah, dongkol, kesal dan membenci. namun hati kita akan dipenuhi kesabaran, kasih sayang, memaafkan dan keikhlasan sehingga semua itu akan terpancar pada bias sinar wajah yang cerah bercahaya...ya cahaya dari hati yang bersih..cahaya yang diberikan oleh Allah.

Rabbi..berikanlah cahaya di wajahku, cahaya di hatiku, cahaya di kanan dan kiriku, cahaya di belakang dan depanku, berikanlah aku cahayamu Ya Allah...dan hiasilah hidupku ini dengan ilmu yang bermaanfaat Ya Rabbi..masukkanlah aku ke dalam golongan hambaMu yang soleh...

Allahumma amiin Ya Robbal'alamiin...:)

Read more...

  © Blogger templates ProBlogger Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP