23 September 2022

Duhai Waktu...

 


Begitu cepatnya waktu berlalu, seolah baru terjadi kemarin aku tersenyum dan melambaikan tangan pada ayahku ketika beliau hendak berangkat kerja dari balik jendela ruang santai kami yang menghadap ke parkiran, usiaku 14 tahun kala itu, Tau-tau hari ini di balik jendela yang sama aku melambaikan tangan kembali padanya namun bukan untuk bekerja melainkan untuk berangkat menemui Ibuku di pusara peristirahatan terakhirnya. Kali ini aku berusia 38 tahun.


Kemudian aku tersadar bahwa ini adalah nyata bahwa aku benar-benar telah kehilangan Ibuku, hari yang selalu aku takutkan telah datang dan telah aku lewati, kehilangan Ibuku tersayang. Aku membayangkan seandainya dulu aku tlah tau lebih dulu tanggal di mana ia akan meninggalkanku akankah aku akan tetap menjadi anak yang sering melawan, mendebat dan selalu ingin menang sendiri? 


Waktu tlah membuat semua yang dulu aku jalani hanya menjadi kenangan. Waktu tlah membuat aku terlena menjalani hari-hari tanpa menyadari bahwa hari yang aku tinggalkan hanya akan menjadi kenangan yang hanya sekali terjadi dalam bias asa hidup yang hanya satu kali ini saja.


Waktu seolah mempertemukan, menyatukan, namun pada kenyataannya waktu juga memisahkan, meninggalkan dan pada akhirnya waktu akan kembali mempertemukan dan menyatukan.


Waktu pada akhirnya menjadi makhluk yang menakutkan karena seolah ia memperingatkan bahwa tak ada yg nyata, tak ada yang abadi, semua hanyalah permainan yang akan berakhir segera dan tiba-tiba tanpa sebuah kesadaran.


Waktu...akankah kau berpihak pada kehidupanku kini dan nanti?

Read more...

24 November 2019

Oldie but Goldie


Entah kenapa suasana malam ini selepas hujan begitu syahdu. Dalam perjalanan menuju pulang ke rumah, di dalam mobil aku merasakan perjalanan yang sangat syahdu, suasana ini kemudian yang membuatku sadar akan pertanyaanku ke diriku sendiri dahulu, kenapa dulu aku sempat berfikir ingin mengakhiri hidup. Kata syahdu lah mungkin jawabannya. Aku teringat kenapa profil blog ku aku beri keterangan humming mizzle, karena itulah diriku yang tersembunyi yang aku sengaja sembunyikan di balik tulisan-tulisanku, aku sesosok yang syahdu, aku dulu suka menulis puisi, puluhan puisi yang telah aku bakar seolah ikut membakar diriku dan jati diriku. Aku kehilangan itu semua dan perlahan tak mempunyai hasrat menjalani hidup karena tak mengenali diri sendiri lagi.

Malam ini aku mengenang diriku kembali, diri yang sangat aku sukai namun takut untuk aku tampilkan ke siapapun. Hidup ini terlalu keras, sosok syahdu tak kan cocok lagi, masih adakah di dunia ini manusia yang mau mendengarkanmu bercerita dengan bahasa puitis yang syahdu, mungkin sudah tak ada lagi. begitulah pikirku. lalu aku mulai membakar semua kesyaduhan itu dan menjalani hari-hari dengan realistis. Suasana yang syahdu telah membuatku rindu untuk menjadi diriku yang dulu, diri yang syahdu nan membiru, rindu akan menjadi sebuah puisi, cinta akan menjadi sebuah puisi, menunggu akan menjadi sebuah puisi dan harapan akan menjadi sebuah puisi.

Tapi, sosok syahdu begitu mudah terbelenggu, mudah retak, mudah kecewa dan mempercayai hal-hal yang telah kuno meski berharga. Dunia telah berubah, mendorongku untuk mengubur diriku yang dulu kemudian berganti menjadi karang di tengah lautan, tak peduli lagi sesyahdu apa suara ombak menghampiri, tetap tegap berdiri kokoh. Aku sudah tak ingin menyalahkan keadaan atau siapapun lagi termasuk diriku sendiri, namun kadang aku berubah menjadi syahdu sesaat ketika aku menulis,  dan ketika aku berhadapan dengan dunia yang nyata, aku telah terlalu takut untuk keluar dari persembunyian bahwa aku masih ingin terlihat syahdu di tengah keramaian, di tengah kezhaliman.

Hanya dengan melihat awan bergerak lembut di bawah langit nan biru aku bisa menjadi sangat syahdu. Melihat burung-burung pulang ke sarangnya di senja hari, melihat sisa air hujan di atas daun, mencium aroma wangi setelah hujan, aku, akan bisa sangat berubah menjadi syahdu. Aku tetiba teringat sangat kuat bahwa inilah yang aku rindukan, sebuah kata yang baru muncul kembali malam ini, kesyaduhan.

Terima kasih diriku yang dulu, mungkin aku tak bisa menjadi engkau lagi. Percayalah, syahdu hanya indah untuk dirasa, namun terlihat menjijikkan bila ditunjukkan. Oldie but Goldie, untuk manusia saat ini engkau sangatlah kuno meski sangat berharga bagiku. Padahal, ketika mencintai dan merindukan dengan syahdu semuanya sangat-sangat indah, sebuah rasa yang tak akan pernah tergambar dengan kata-kata, indah dan sejuk sekali untuk dirasa.

Aku tergelitik dengan diriku sendiri, mungkinkah aku bisa sesyahdu dulu, tapi tidak, aku sungguh sangat takut, menjadi syahdu kemudian dipandang lemah, rapuh dan hanya dengan sekali gertakan aku akan hancur berkeping.

Duhai diri, masihkah kau percaya selain Tuhan dan Ibu yang melahirkanmu, akan ada orang lain yang benar-benar dapat kau percayai untuk sesekali menjadi syahdu di kala senja?

Duhai jiwa, dengarkanlah, aku telah bersahabat dengan keadaanku sekarang, mungkin kenangan bersamamu dulu, diriku yang dulu, diriku yang hanya bersahabat pada buku dan pena, akan menjadi kenangan yang akan tersimpan dalam kotak emas. Ingatan yang begitu syahdu untuk dikenang.

Malam ini begitu syahdu, sesyahdu jiwaku yang rindu menulis surat cinta untuk Tuhanku tentang aku yang menitipkan sebuah nama, semoga nama itu tercatat untukku hingga Jannah.

Read more...

15 Oktober 2019

Hargailah Waktu yang Tersisa



Seorang teman membuat status di media sosialnya "sejak aku kehilangan adik kesayanganku, sejak itu aku sangat menghargai setiap pertemuan". Hari ini seorang artis terkenal Korea Sulli bunuh diri karena depresi berat dan tidak ada teman yang benar-benar mau mendengarkan ceritanya. Kemudian, ribuan ucapan kehilangan dan cinta untuknya tiba-tiba membanjiri seluruh medsos di jagad raya. Lucu, ketika masih hidup dan mengalami depresi, di mana mereka-mereka yang katanya selalu ada untuknya dan tidak ingin kehilangan dirinya.

Papaku pernah berkata, hidup hanya sekali, sayangilah keluargamu apapun yang terjadi karena rasa kehilangan itu sungguh tidak enak dirasa, sebagaimana beliau telah merasakan kehilangan orang tua dan ketiga adiknya secara berturut-turut. Well, tampaknya pergeseran jaman telah merubah banyak hal termasuk cara pandang sebagian orang terhadap betapa berharganya melewati hari-hari dengan orang yang kita sayangi dan menyayangi kita.

Betapa banyak hal-hal yang terjadi dalam hidup ini mungkin hanya kita alami sekali saja, misalnya menemukan sosok yang benar-benar bisa kita cintai sepenuh hati dan merasa sangat dicintai. Kalo dipikir, berapa lama sih kita akan hidup di dunia ini? waktu berjalan sangat cepat dan masa tetiba dengan cepat berganti, tanyakan kepada diri kita masing-masing, berapa lama kita hidup, mungkin 20 tahun, mungkin 30 tahun atau mungkin tidak akan pernah sampai selama itu. Bila kita memikirkan ini, bukankah semuanya jadi terasa singkat, terasa pendek, lalu kenapa kita masih bisa berfikir untuk menyia-nyiakan perjalanan hidup dengan orang-orang yang kita cintai, kehilangan mereka begitu saja karena kebodohan yang kita lakukan tanpa rasa bersalah.

kebanyakan manusia mengalami penyesalan yang berkepanjangan setelah merasa kehilangan, setelah sadar bahwa semua tidak bisa diulang kembali, waktu tidak bisa diputar ke masa lalu untuk memperbaiki segalanya. Karena itulah, selama kita masih hidup, masih bersama dengan orang yang kita sayang dan cintai, selama itulah jangan pernah berfikir untuk menyia-nyiakan keberadaannya, untuk berfikir bahwa tidak mengapa bila kita kehilangan dirinya, jangan teman, jangan pernah berfikir seperti itu. Percayalah hidup ini sangatlah singkat, waktu yang tersisa tidak akan pernah cukup untuk merasakan kebahagiaan selalu bersama dan selalu saling ada.

"kita tidak akan pernah tau betapa berharganya seseorang hingga kita merasakan kehilangan dirinya"

maka, hargailah setiap pertemuan yang ada

Read more...

14 Agustus 2019

Kepercayaan


Tadi malam sebelum tidur, aku tetiba teringat nasehat seorang teman beberapa tahun silam, ketika temanku ini pulang dari menimba ilmu di Madinah, ia berkata bahwa sejatinya didunia ini tidak ada manusia yang benar-benar bisa kita percaya, karena hakekatnya kepercayaan itu adalah tertuju pada Allah Azza Wa Jalla. Jikapun kita bisa mempercayai orang lain dengan benar, maka itu adalah wujud dari kepercayaan kita kepada dia karena Allah.

Ia dulu pernah mengatakan bahwa orang-orang yang bisa dipercaya akan berkumpul dengan orang-orang yang bisa menjaga kepercayaan, ruh kita akan mengetahui dan mengenali siapa yang bisa kita percaya dan kita beri kepercayaan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ

“Ruh-ruh itu (seperti) pasukan yang mengelompok, maka ruh-ruh yang saling kenal akan menjadi akrab, adapun ruh-ruh yang tidak saling kenal akan menjadi saling tidak cocok.”

Berkata Al-Khaththabi rahimahullah,

يحتمل أن يكون إشارة إلى معنى التشاكل في الخير والشر والصلاح والفساد، وأن الخيِّر من الناس يحن إلى شكله والشرير نظير ذلك يميل إلى نظيره فتعارف الأرواح يقع بحسب الطباع التي جبلت عليها من خير وشر، فإذا اتفقت تعارفت، وإذا اختلفت تناكرت.

“Kemungkinan maknanya adalah hal ini merupakan isyarat kepada kesesuaian tipe, baik dalam kebaikan maupun dalam keburukan, baik dalam kebaikan maupun kerusakan. Bahwa orang yang baik itu rindu kepada orang yang setipe dengannya. Demikian pula orang yang buruk hatinya suka kepada orang yang semisalnya (pula). Jadi, saling kenalnya antar ruh itu terjadi sesuai dengan tabiat yang ada pada mereka, baik (ruh) yang baik maupun (ruh) yang buruk.  Maka jika ruh-ruh tersebut setipe, menjadi saling kenal (akrab)lah mereka. Namun, jika mereka tidak setipe, maka mereka tidak saling cocok (tidak akrab).”

Kepercayaan itu tidak berwujud, ia gaib seperti layaknya ruh, ia merupakan sebuah sifat yang menempel pada ruh, oleh karena itulah kenapa ruh-ruh ini akan saling mengenali dan menjadi akrab tanpa rekayasa.

Khadijah ra sebagai salah satu wanita terbaik di muka bumi pun pada saat bertemu Rasulullah saw tidak langsung serta merta meletakkan kepercayaan kepada Rasulullah, pembuktian lah yang akhirnya menyebabkan beliau percaya bahwa Rasulullah adalah orang yang layak dipercaya meski Rasulullah adalah seorang miskin dan buta huruf.

Tapi, beginilah hidup, kita berjalan di bumi Allah dengan segala hal yang telah kita temui termasuk salah mengenal ruh, sehingga cara kita mengenali ruh yang satu kelompok dengan kita akhirnya menjadi kabur dan ragu-ragu. kita harus jujur pada diri kita sendiri berapa kali kita telah terjebak pada kelompok ruh yang salah, yang di mana kita anggap sama dengan kita nyatanya berkebalikan.

Mungkin sebenarnya dulu kita terlalu terburu-buru memutuskan bahwa kita telah berada pada kelompok ruh yang sama, sehingga bolak balik kita menjalani hidup seolah-olah tidak pernah menemukan kelompok yang sebenarnya. mungkin juga, sebenarnya kita hanya perlu memberikan sedikit waktu kepada diri kita dan orang yang mulai ingin kita percayai untuk membuktikan bahwa kita layak untuk dipercaya dan dia layak dipercaya hingga nanti akhirnya waktulah yang membuktikan segalanya. atau mungkin kita lupa bahwa ketika kita ingin mempercaya seseorang, maka percayailah ia hanya karena Allah semata.

Salah satu nasehat yang masih kuingat adalah bahwa ketika mulai membuka hati untuk mempercayai seseorang yang dekat dengan kita, maka kita harus yakin terlebih dahulu bahwa Allah tidak akan pernah salah mengirimkan seseorang untuk kita percayai terutama bila kita telah mempercayainya hanya karena Allah semata. kita hanya cukup yakin dengan janji Allah, setidaknya dalam satu kali hidup ini kita akan menemukan ruh yang sama dengan kita.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
“Ruh-ruh itu (seperti) pasukan yang mengelompok, maka ruh-ruh yang saling kenal akan menjadi akrab, adapun ruh-ruh yang tidak saling kenal akan menjadi saling tidak cocok.”


Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/26888-kemana-masa-mudaku-melangkah-6.html
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
“Ruh-ruh itu (seperti) pasukan yang mengelompok, maka ruh-ruh yang saling kenal akan menjadi akrab, adapun ruh-ruh yang tidak saling kenal akan menjadi saling tidak cocok.”


Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/26888-kemana-masa-mudaku-melangkah-6.html

Read more...

02 Agustus 2019

Hal yang Terlupakan




Mungkin, kita ini sudah terlampau jauh lupa untuk apa kita diciptakan di dunia ini sebenarnya. layaklah kita mengingat bahwa kita diciptakan sesungguhnya hanya untuk beribadah kepada Allah.


Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” 
(QS. Adz Dzariyat: 56)


Tapi sayangnya kata beribadah hanya diartikan sebagai ritual agama yang hubungannya dengan amalan akhirat, seharusnya kita benar-benar mengerti bahwa segala sesuata yang diniatkan hanya karena Allah itu termasuk ibadah. Well, bahkan bekerja seharian atau sekedar membaca buku seharian bila itu semua diniatkan karena Allah maka sejatinya kita itu telah beribadah. Jangan lupa teman, sholat mu, puasamu itu bila tidak kau niatkan Karena Allah, maka sejatinya itu tidak menjadi ibadah pada akhirnya.

Dengan semua kelupaan ini maka manusia semakin lupa bahwa sebenarnya kita tidaklah butuh pengakuan siapapun kecuali pengakuan dari Allah. Betapa banyak manusia membuang apa yang telah diberikan Allah padanya hanya untuk memenuhi kepuasan akan kebutuhan pengakuan manusia. betapa banyak keadaan menyedihkan yang kita lihat di sekitar kita yang dilakukan oleh manusia hanya untuk diakui oleh manusia lainnya. lelaki menjadi wanita, wanita menjadi lelaki, wanita menjaja harga diri, lelaki bekerja tanpa memandang halal dan haram, ini tiada lain bersumber dari keinginan diri hanya untuk dilihat manusia lainnya bahwa dirinya itu mempunyai sesuatu untuk diakui dan dibanggakan.

Padahal, hati kita tau lelahnya melakukan itu, nestapanya terus menerus mengharapkan hal seperti itu. lalu, kenapa kita tidak mulai untuk masa bodo dengan semua keinginan dan pengharapan akan pengakuan orang lain, kenapa kita tidak mulai membahagiakan diri kita sendiri dengan menjadi hamba Allah yang apa adanya di hadapan Allah, tidak peduli bagaimana manusia lainnya menilai, tidak peduli dengan apa yang orang akan katakan, namun kita hanya peduli bagaimana Allah memandang kita. Hanya dengan cara inilah sesungguhnya kita bisa berdamai dengan diri kita sendiri, dengan kekurangan-kekurangan kita dan pada akhirnya bisa berdamai dengan kekurangan orang lain.

Dan beginilah kehidupan, karena kehidupan itu hakekatnya adalah perjumpaan dengan orang-orang yang bisa jadi akan membuat sistem pertahanan rasa syukur kita runtuh dengan standar-standar yang mereka ciptakan, namun bisa jadi kita dipertemukan oleh orang-orang yang tidak terlalu perduli dengan ukuran standar dunia ini.

Apapun ukuran standar kebahagiaan yang telah ditetapkan manusia, biarlah itu menjadi standar fana yang tak harus diikuti karena ukuran standar kita dalam hidup ini adalah melakukan apapun hanya karena Allah semata.

Katakanlah sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Robb semesta alam.” 
(QS. Al-An'am: 162)

Read more...

11 Januari 2019

Kita-lah Pemeran Utamanya


https://s.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/ilustrasi-_140225164424-771.jpg


Teman, pernahkah kita merasa bahwa pertemuan kita dengan banyak hamba Allah di muka bumi ini terkadang menyebabkan kita goyah seolah kita hanyalah pemeran pendukung dalam layar film kehidupan kita sendiri bukan sebagai pemeran utama. Padahal, kita adalah pemeran utama masing-masing dalam kehidupan kita sedangkan orang lain hanyalah pemeran pendukung yang nantinya akan membuat riyak turun naik kehidupan kita.

Hidup ini sejatinya adalah pertemuan demi pertemuan yang hanya akan berhenti pada muara kematian. Selama kita masih hidup maka pertemuan-pertemuan dengan hamba-hamba Allah yang telah Allah tentukan di Lauh Mahfuzh pastinya akan terjadi dan tidak akan pernah kita elakkan. Jangan pernah sesekali kita mengatakan 'seandaikanya aku tidak pernah bertemu dengannnya tentunya hidupku tidak akan seperti ini", tetapi teman biarlah pertemuan-pertemuan itu sekalipun itu adalah pertemuan yang menyakitkan dan menyesakkan, biarkanlah terjadi dan kita harus terus berjalan sehingga akan ada pertemuan-pertemuan lainnya yang akan menjadi hikmah mengapa pertemuan-pertemuan sebelumnya harus terjadi.

Kita hidup, beribadah dan mati hanya untuk Allah Subhanawata'ala, selayaknya perjumpaan yang paling kita harapkan adalah perjumpaan dengan Rabb kita Allah 'azza wajalla bukan perjumpaan sementara dengan hamba di dunia yang fana ini. Biarlah setiap perjumpaan tak pernah kekal, biarkanlah teman semuanya pergi karena seperti itulah yang harus terjadi di dunia ini, ada perjumpaan ada perpisahan.

Tundukkanlah kepalamu dan hatimu, bila air mata ingin menetes biarkanlah ia seperti itu, namun percayakan hatimu untuk ikhlas dengan semua perjumpaan hanya karena Allah 'azza wajalla semata. Apa yang kau pikir sempurna sejatinya tidak akan pernah ada yang sempurna. Dalam sebuah pertemuan, kita atau dia adalah masing-masing pemeran utama dalam kehidupan kita masing-masing yang tidak akan pernah ada kesempurnaan. Ikhlaskan dirimu hanya karena mengharap perjumpaan dengan Rabb-mu kelak di surga sana.

Hari ini, Jam ini, Menit ini, Detik ini pikirkanlah siapa yang paling kita harapkan untuk kita jumpai, apakah itu yang ada di dalam hatimu? perjumpaan dengan Rabb yang Maha Mulia atau masih hanya sebatas perjumpaan dengan dia yang fana di dunia yang fana?


Teman, di mana kerinduan hatimu saat ini?

Read more...

06 Agustus 2018

Cahaya dalam Kegelapan



Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Pada zaman Bani Israil dahulu, hidup dua orang laki-laki yang berbeda karakternya. Yang satu suka berbuat dosa dan yang lainnya rajin beribadah. Setiap kali orang yang ahli ibadah ini melihat temannya berbuat dosa, ia menyarankan untuk berhenti dari perbuatan dosanya.
Suatu kali orang yang ahli ibadah berkata lagi, ‘Berhentilah dari berbuat dosa.’ Dia menjawab, ‘Jangan pedulikan aku, terserah Allah akan memperlakukan aku bagaimana. Memangnya engkau diutus Allah untuk mengawasi apa yang aku lakukan.’
Laki-laki ahli ibadah itu menimpali, ‘Demi Allah, dosamu tidak akan diampuni oleh-Nya atau kamu tidak mungkin dimasukkan ke dalam surga Allah.’
Kemudian Allah mencabut nyawa kedua orang itu dan mengumpulkan keduanya di hadapan Allah Rabbul’Alamin. Allah ta’ala berfirman kepada lelaki ahli ibadah, ‘Apakah kamu lebih mengetahui daripada Aku? Ataukah kamu dapat merubah apa yang telah berada dalam kekuasaan tanganKu.’
Kemudian kepada ahli maksiat Allah berfirman, ‘Masuklah kamu ke dalam surga berkat rahmat-Ku.’
Sementara kepada ahli ibadah dikatakan, ‘Masukkan orang ini ke neraka’.”
(HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Mubarak dalam Az-Zuhd, dan Ibnu Abi Dunya dalam Husn Az-Zhan, dan Al-Baghawi Syrah As-Sunnah)

dulu dari cerita di atas saya heran lho kok bisa ya orang bermaksiat atau yang banyak dosa itu masih bisa merasakan perasaan tawadhu atau percaya pada Allah bahwa Allah masih mengasihaninya, karena dulu saya berfikir bahwa perasaan seperti itu hanya dimiliki hamba yang penuh taat ibadah.

tapi suatu ketika di duniaku yang telah berbeda dengan lingkungan yang dulu lingkungan yang dikelilingi oleh orang-orang saleh, maka benarlah suatu ketika, ketika itu pun datang di mana aku akhirnya bisa lempeng dan luwesnya melakukan beberapa dosa yang dulunya getolll banget aq kumandangkan ke orang-orang kalo itu dosa itu haram dll, seketika itu juga beberapa teman-teman yang dulu tau aq bagaimana langsung memborbardir dengan berbagai nasehat yang kadang cukup menyakitkan terasa bukan seperti nasehat tapi seperti mengejudge bahwa seolah-olah betapa buruknya aq dibanding mereka.

namun mereka tidak tau, tidak akan pernah tau bahwa justru keadaan seperti itu memberikanku pelajaran dan hikmah yang sangat dalam. pernah, ketika aq rajin-rajinnya tahajud, puasa daud, sedekah, menasehati orang, menjaga pandangan, menjaga lisan dan hal-hal soleh lainnya, aq pernah duduk di atas sajadah dan bertanya "wahai Rabbku kenapa, kenapa aku sudah solehah seperti ini Engkau tak jua menjawab doa-doaku, tak jua mengabulkan permohonanku, tak jua menurunkan pertolonganMu, kenapa Rabb?"

dalam keadaan seperti itu bukankah harusnya tingkat keyakinanku pada janji Allah akan tertanam kuat kan? tapi tidak...karena aku merasa sudah soleh aku malah menjadi tidak yakin, menjadi tidak percaya dengan janji janji Allah, menjadi sia-sia dengan apa yang telah aku lakukan...ditingkat ibadahku yang sangat bagus itu...miris....celaka....justru aq dapatkan tingkat kepercayaanku pada Allah jsutru berada pada dasar yang sangat rendah,

suatu ketika aq kecewa lantas aq marah, aq mulai meninggalkan semua itu, merasa ringan tanpa harus bangun tengah malam untuk tahajud, merasa bebas untuk melakukan dosa dosa kecil tanpa merasa bersalah, sudah tidak ingin terlihat soleh lagi dihadapan Allah dan untuk beberapa lama aq berada di keadaan itu. tapi di satu waktu aq menyadari bahwa, entah kenapa, ketika aq duduk di atas sajadah setelah sholat yang aq lakukan dengan setengah2, aq jsutru merasa bahwa Allah akan membawaku kembali, Dia tidak akan meninggalkanku, Dia akan memberi yang aku pinta di waktunya, aq tetiba berubah menjadi optimis, percaya diri, keceriaan yang hilang muncul kembali, padahal aq sedang berada di titik futur yang sangat futur.

barulah aq sadar, ada yang aq lupa ketika aq sedang giat beribadah kepada Allah yaitu ikhlas. ikhlas berarti merendah, tetap merasa hina, dan tidak memaksa kehendak kepada Allah seolah-olah apa yang telah dilakukan udah bener banget bakal diterima.

ketika bergelimang dosa justru hati merendah, merendah bahwa diri sangatlah hina, keadaan merendah itu kemudian tanpa disadari menjadikan ibadah menjadi ikhlas, tidak perduli bagaimana Allah menjawab doa, tapi hati tetap ingin berdoa, tetap ingin kembali.

pencerahan yang terjadi pada diriku sendiri ini membuka mata hatiku dan membuat cara pandangku menilai orang lain menjadi berubah, bahkan dengan ahli dosa sekalipun dan bahkan dengan ahli ibadah sekalipun.

tak ada yang tau dengan pasti, seperti apa isi hati manusia itu, hanya Allah mutlak yang mengetahui seperti apa kebenaran akan kata ikhlas di dalam hati kita.

mari berhenti menjudge seseorang atau berlebihan memberi pujian, sungguh, cahaya bisa kita lihat dengan jelas di dalam kegelapan tapi cahaya akan samar dalam terang benderang.

dan hanya Allah yang dapat memberikan cahaya di dalam hati manusia, bahkan di dalam lubuk hati yang tergelap sekalipun,


Read more...

11 April 2016

Waktu...






bagi yang yakin atau yang tidak yakin,
waktu adalah sebuah jawaban

bagi yang berharap atau yang tidak berharap,
waktu adalah sebuah jawaban

bagi yang bertanya atau yang tidak bertanya,
waktu adalah sebuah jawaban

bagi yang pergi atau yang tidak pergi,
waktu adalah sebuah jawaban

bagi yang mencari atau tidak mencari,
waktu adalah sebuah jawaban

bagi yang menunggu atau tidak menunggu,
waktu adalah sebuah jawaban

bagi yang berjuang atau yang tidak berjuang,
waktu adalah sebuah jawaban

bagi yang merelakan atau yang tidak merelakan,
waktu adalah sebuah jawaban


semua akan terjawab oleh waktu,
waktu yang berlalu membawa kepingan-kepingan takdir,
waktu yang menyusunnya menjadi satu susunan utuh sebuah takdir akhir

hanya waktu yang akan menjawab semuanya...

Read more...

20 Februari 2016

Duhai Hati Bersabarlah,,,


duhai hati bersabarlah,,,disaat Fatimah mengharap Ali untuk datang kepadanya, Fatimah hanya berpegang pada keyakinan bahwa Ali yang akan ditakdirkan Allah untuknya dan bahwa laki-laki lain yang datang sebelum Ali datang hanyalah ujian dari Allah seberapa serius ia akan menunggu dan memilih bahwa Ali adalah pilihan di hatinya.

duhai hati bersabarlah,,,di saat kau tau siapa pilihan yang tepat di hatimu namun tak ada yang bisa kau lakukan selain menunggu dan berdo'a, maka ketahuilah bahwa Fatimah dulu juga melakukan hal seperti itu dalam diamnya tanpa ada yang mengetahui hingga Ali pun akhirnya datang menemuinya.

duhai hati bersabarlah,,,bahwa kau harus yakin bahwa takdir Allah telah ditetapkan 50.000 tahun sebelum bumi diciptakan, tidak akan pernah tertukar apa-apa yang telah Allah tetapkan pada masing-masing hambaNya.

duhai hati bersabarlah,,,ketika kau mengambil jalan untuk diam dan bersembunyi, menyembunyikan dirimu duhai hati, karena lelah dan ketika itu ia yang kau cintai dan kau pilih masih sibuk dengan segala prasangka di hatinya dan di pikirannya, maka bersabarlah itu berarti Allah belum menggerakkan hatinya.

duhai hati bersabarlah,,,cinta tak harus diumbar, rindu tak harus bertemu, biarlah ia cinta dan rindu itu berpadu pada sebait untaian do'a hingga Allah menampakkan pertolonganNya, sebagaimana garam di lautan dan asam di pegunungan Allah satukan dan pertemukan menjadi bumbu masakan yang lezat.

duhai hati bersabarlah,,,mungkin ia yang kau harapkan tak tau bahwa mencintai dalam diam lebih perih dari sekedar patah hati, bahwa ini bukan persoalan tak perduli, bahwa ini bukan persoalan tak memikirkan tapi ini persoalan keyakinan bahwa apa yang Allah takdirkan untuk kita tak kan pernah menjadi milik orang lain.

duhai hati bersabarlah,,,mungkin ia belum mengerti bahwa ini bukan perihal memberi kesempatan pada yang lain, melepas dengan keikhlasan, tapi ini perihal mempersiapkan diri, memperbaiki diri dan menjaga diri selagi ia belum datang menemui diri.

duhai hati bersabarlah,,,ketika kau tau bahwa tak ada pilihan lain yang kau inginkan selain dirinya, namun ia masih belum ingin bicara yang sebenarnya dan masih sibuk dengan keraguan di hatinya, maka itu berarti memang belum saatnya bagimu dan baginya.

duhai hati, lihatlah, lembayung semakin ungu dan senja semakin temaram,maka waktu akan membawa pada takdir yang dijanjikan Allah padamu.

dan karena itu duhai hatiku, bersabarlah,,,,

Read more...

14 Februari 2016

Senja itu...





hidup adalah tentang pertemuan. entahkah pertemuan itu singgah sejenak di kehidupan kita atau hanya sebatas lewat, tapi yang jelas kita mendapat banyak pelajaran dari pertemuan-pertemuan itu.

teman, tidak ada yang kebetulan dalam hidup ini, tidak ada istilah kebetulan dalam kamus  agama kita. yang ada ialah qodarullaah, semua telah ditetapkan oleh Allah walau hanya sehelai daun yang jatuh ke tanah atau sebutir pasir yang terbang terbawa angin.

ada kalanya dengan pertemuan itu kita dipertemukan dengan orang-orang yang salah, namun anehnya ditakdirkan singgah sementara dalam kehidupan kita. namun ada kalanya kita dipertemukan dengan orang-orang yang benar, namun hanya sebatas lewat. entah apa maksud Allah dengan semua ini namun apapun ketetapan Allah tidak pernah sia-sia.

Allah menghendaki kita mengambil pelajaran dari setiap pertemuan di mana pelajaran itu kemudian menjadikan kita pribadi yang lebih baik dan lebih baik lagi.

perputaran waktu telah menghantarkan kita pada masa (jaman) yang berbeda, bahkan dengan sangat cepat waktu berlalu mempertemukan kita dengan orang-orang baru yang mungkin bagi kita asing karena kita terlalu terlena dengan masa yang telah berlalu. ketika sadar kita baru bertanya di jaman apakah kita ini berada, kenapa orang-orangnya seperti tak ada yang kita kenal?

aku, seringkali ketika senja datang, aku menatap lekat senja yang bersahaja itu, aku hanya ingin menyampaikan rasa rinduku terhadap pertemuan-pertemuanku dengan sahabat-sahabatku dulu, sahabat yang bisa menerima keadaanku apa adanya, sahabat yang selalu ada setiap aku butuhkan,  sahabat yang tak pernah mencela kekuranganku, sahabat yang selalu setia menuntunku ke arah yang benar dan sahabat di mana aku tidak takut untuk menjadi diriku sendiri. aku sungguh merindukan masa-masa itu.

kemudian waktu berputar memaksaku harus meninggalkan semua sahabat-sahabatku yang berharga di masa itu dan mempertemukanku dengan orang-orang baru, yang kemudian beberapa dari mereka bisa dijadikan sahabat namun entah kenapa tak bisa sepenuh seperti sahabat-sahabatku yang dulu. mungkin karena aku telah terdampar di masa yang manusianya selalu berhitung, berhitung soal apa saja, termasuk soal persahabatan. pada akhirnya, bagiku, semua ini hanya mengajarkanku untuk menahan diri menjadi diri sendiri meski dengan sahabat-sahabatku sendiri.

wahai senja nan merah, adakah jalan bagiku untuk kembali berkumpul dengan sahabat-sahabatku yang dulu, bercanda, bercerita dan saling menasehati tanpa ada beban dan keterpaksaan...

wahai senja nan merah, adakah kau akan menyampaikan rasa rinduku ini pada sahabat-sahabatku yang telah tersebar entah di mana di bumi Allah...

wahai senja nan merah, masih adakah asa yang tersisa untuk aku dapat bertemu dengan orang-orang seperti sahabat-sahabatku dulu di masa kini...adakah...

dan..biarlah bersama senja ku menyimpan rasa ini...^^

Read more...

  © Blogger templates ProBlogger Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP