06 Agustus 2018

Cahaya dalam Kegelapan



Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Pada zaman Bani Israil dahulu, hidup dua orang laki-laki yang berbeda karakternya. Yang satu suka berbuat dosa dan yang lainnya rajin beribadah. Setiap kali orang yang ahli ibadah ini melihat temannya berbuat dosa, ia menyarankan untuk berhenti dari perbuatan dosanya.
Suatu kali orang yang ahli ibadah berkata lagi, ‘Berhentilah dari berbuat dosa.’ Dia menjawab, ‘Jangan pedulikan aku, terserah Allah akan memperlakukan aku bagaimana. Memangnya engkau diutus Allah untuk mengawasi apa yang aku lakukan.’
Laki-laki ahli ibadah itu menimpali, ‘Demi Allah, dosamu tidak akan diampuni oleh-Nya atau kamu tidak mungkin dimasukkan ke dalam surga Allah.’
Kemudian Allah mencabut nyawa kedua orang itu dan mengumpulkan keduanya di hadapan Allah Rabbul’Alamin. Allah ta’ala berfirman kepada lelaki ahli ibadah, ‘Apakah kamu lebih mengetahui daripada Aku? Ataukah kamu dapat merubah apa yang telah berada dalam kekuasaan tanganKu.’
Kemudian kepada ahli maksiat Allah berfirman, ‘Masuklah kamu ke dalam surga berkat rahmat-Ku.’
Sementara kepada ahli ibadah dikatakan, ‘Masukkan orang ini ke neraka’.”
(HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Mubarak dalam Az-Zuhd, dan Ibnu Abi Dunya dalam Husn Az-Zhan, dan Al-Baghawi Syrah As-Sunnah)

dulu dari cerita di atas saya heran lho kok bisa ya orang bermaksiat atau yang banyak dosa itu masih bisa merasakan perasaan tawadhu atau percaya pada Allah bahwa Allah masih mengasihaninya, karena dulu saya berfikir bahwa perasaan seperti itu hanya dimiliki hamba yang penuh taat ibadah.

tapi suatu ketika di duniaku yang telah berbeda dengan lingkungan yang dulu lingkungan yang dikelilingi oleh orang-orang saleh, maka benarlah suatu ketika, ketika itu pun datang di mana aku akhirnya bisa lempeng dan luwesnya melakukan beberapa dosa yang dulunya getolll banget aq kumandangkan ke orang-orang kalo itu dosa itu haram dll, seketika itu juga beberapa teman-teman yang dulu tau aq bagaimana langsung memborbardir dengan berbagai nasehat yang kadang cukup menyakitkan terasa bukan seperti nasehat tapi seperti mengejudge bahwa seolah-olah betapa buruknya aq dibanding mereka.

namun mereka tidak tau, tidak akan pernah tau bahwa justru keadaan seperti itu memberikanku pelajaran dan hikmah yang sangat dalam. pernah, ketika aq rajin-rajinnya tahajud, puasa daud, sedekah, menasehati orang, menjaga pandangan, menjaga lisan dan hal-hal soleh lainnya, aq pernah duduk di atas sajadah dan bertanya "wahai Rabbku kenapa, kenapa aku sudah solehah seperti ini Engkau tak jua menjawab doa-doaku, tak jua mengabulkan permohonanku, tak jua menurunkan pertolonganMu, kenapa Rabb?"

dalam keadaan seperti itu bukankah harusnya tingkat keyakinanku pada janji Allah akan tertanam kuat kan? tapi tidak...karena aku merasa sudah soleh aku malah menjadi tidak yakin, menjadi tidak percaya dengan janji janji Allah, menjadi sia-sia dengan apa yang telah aku lakukan...ditingkat ibadahku yang sangat bagus itu...miris....celaka....justru aq dapatkan tingkat kepercayaanku pada Allah jsutru berada pada dasar yang sangat rendah,

suatu ketika aq kecewa lantas aq marah, aq mulai meninggalkan semua itu, merasa ringan tanpa harus bangun tengah malam untuk tahajud, merasa bebas untuk melakukan dosa dosa kecil tanpa merasa bersalah, sudah tidak ingin terlihat soleh lagi dihadapan Allah dan untuk beberapa lama aq berada di keadaan itu. tapi di satu waktu aq menyadari bahwa, entah kenapa, ketika aq duduk di atas sajadah setelah sholat yang aq lakukan dengan setengah2, aq jsutru merasa bahwa Allah akan membawaku kembali, Dia tidak akan meninggalkanku, Dia akan memberi yang aku pinta di waktunya, aq tetiba berubah menjadi optimis, percaya diri, keceriaan yang hilang muncul kembali, padahal aq sedang berada di titik futur yang sangat futur.

barulah aq sadar, ada yang aq lupa ketika aq sedang giat beribadah kepada Allah yaitu ikhlas. ikhlas berarti merendah, tetap merasa hina, dan tidak memaksa kehendak kepada Allah seolah-olah apa yang telah dilakukan udah bener banget bakal diterima.

ketika bergelimang dosa justru hati merendah, merendah bahwa diri sangatlah hina, keadaan merendah itu kemudian tanpa disadari menjadikan ibadah menjadi ikhlas, tidak perduli bagaimana Allah menjawab doa, tapi hati tetap ingin berdoa, tetap ingin kembali.

pencerahan yang terjadi pada diriku sendiri ini membuka mata hatiku dan membuat cara pandangku menilai orang lain menjadi berubah, bahkan dengan ahli dosa sekalipun dan bahkan dengan ahli ibadah sekalipun.

tak ada yang tau dengan pasti, seperti apa isi hati manusia itu, hanya Allah mutlak yang mengetahui seperti apa kebenaran akan kata ikhlas di dalam hati kita.

mari berhenti menjudge seseorang atau berlebihan memberi pujian, sungguh, cahaya bisa kita lihat dengan jelas di dalam kegelapan tapi cahaya akan samar dalam terang benderang.

dan hanya Allah yang dapat memberikan cahaya di dalam hati manusia, bahkan di dalam lubuk hati yang tergelap sekalipun,


Read more...

  © Blogger templates ProBlogger Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP